Tuesday, September 1, 2015

Membaca Filsafat seperti halnya membaca Novel


reviewer by pandu pramudita

Siapakah kamu? Dari mana datangnya dunia? Dua pertanyaan yang terngiang dalam otak Sophie Admundsend, gadis 14 tahun yang serba ingin tahun, yang kemudian mengawali jalannya menuju filsafat. Pertanyaan-pertanyaan itu ia pikirkan karena berawal dari surat misterius, yang sebenarnya ditulis oleh Alberto Knox, seorang tentara baret biru yang dikemudian adalah orang yang mengahantarkan Sophie ke filsafat. Seorang filosof mengetahui bahwa dalam kenyataannya hanya sedikit yang diketahuinya. Itulah sebabnya dia selalu berusaha untuk merai pengetahuan sejati. “Orang yang paling bijaksana adalah yang mengetahui bahwa dia tidak tahu” Alberto Knox. Socrates sendiri berkata, “Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa”. Dan mungkin Sophie akan atau telah menjadi filsafat, karena ketika Alberto sedang menjelaskan filsafat-filsafat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh, Sophie selalu atau banyak menyela meski Alberto terkadang menanggapi tapi lebih banyak meneruskan penjelasannya. Saya akan mencuplik satu babak ketika Roberto menjelaskan pemikiran Marx kepada Sophie.

Marx
... hantu sedang membayangi Eropa ...
...........................................................................................................................................................................................................................................................................

Sophie sekali lagi berdiri sendirian, sementara nyala api terus membakar rumput kering itu dengan semakin hebat. Agak lama baru dia berhasil mematikan api dengan menginjak-injaknya hingga padam.
Syukurlah! Sophie melihat selintas ke arah rumput yang menghitam. Dia memegang sekotak korek api di tangannya.
Tidak mungkin dia sendiri yang menyalakan api itu, bukan?
Ketika bertemu dengan alberto di luar gubuk, Sophie menceritakan padanya apa yang telah terjadi.
“Scrooge adalah kapitalis pelit dalam A Christmas Carol, karya Charles Dickens. Kamu mungkin ingat si Gadis Korek Api dari dongeng Hans Cristian Andersen.”
“Aku tidak menduga dapat bertemu dengan mereka di sini di hutan ini.”
“Mengapa tidak? Ini bukan hutan biasa, dan kini kita akan membicarakan Karl Marx. Sangat tepat bahwa kamu telah menyaksikan satu contoh mengenai perjuangan kelas yang sangat hebat pada pertengahan abad kesembilan belas. Tapi marilah masuk ke dalam. Kita agak lebih terlindungi dari campur tangan sang mayor di sana.”
Sekali lagi mereka duduk di meja kecil dekat jendela yang menghadap danau. Sophie masih dapat merasakan di seluruh tubuhnya bagaimana pemandangan danau kecil itu setelah dia minum dari botol biru.
Hari ini, kedua botol itu berdiri pada papan di atas tungku. Ada model miniatur dari sebuah kuil Yunani di atas meja.
“Apakah itu?” tanya Sophie.
“Semua ada waktunya, anakku.”
Alberto mulai berbicara: “Ketika Kierkegaard pergi ke Berlin pada 1814, dia mungkin duduk bersebelahan dengan Karl Marx pada kuliah-kuliah Schelling.Kierkegaard telah menulis sebuah tesis master mengenai Socrates. Pada saat yang hampir bersamaan, Marx telah menulis sebuah tesis doktor mengenai Democritus dan Epicurus – dengan kata lain, mengenai materialisme zaman Yunani Kuno. Dengan demikian, mereka berdua memulai aliran filsafat mereka sendiri.”
“Karena Kierkegaard menjadi seorang eksistensialis dan Marx menjadi materialis?”
“Marx menjadi apa yang dikenal sebagai seorang materialis historis. Tapi kita akan kembali ke situ nanti.”
“Teruskan.”
“Masing-masing dengan caranya sendiri, Kierkegaard dan Marx mengambil filsafat Hegel sebagai titik tolak.keduanya dipengaruhi oleh cara pikir Hegel, tapi keduanya menyangkal ‘ruh dunia’-nya, atau Idealismenya.”
“Itu barangkali terlalu muluk bagi mereka.”
“Pasti. Secara umum, kita biasanya mengatakan bahwa era sistem filsafat besar berakhir dengan Hegel. Setelah dia, filsafat arah baru. Bukannya sistem spekulatif yang hebat, kita mendapatkan apa yang kita sebut filsafat eksistensial atau filsafat aksi. Inilah yang dimaksudkan Marx ketika dia mengamati bahwa hingga kini, ‘para filosof hanya menafsirkan dunia dengan berbagai cara; yang penting adalah mengubahnya.’ Kata-kata ini menandai adanya titik balik yang penting dalam sejarah filsafat.”
“Setelah bertemu dengan Scrooge dan Gadis Korek Api itu, aku tidak kesulitan memahami apa yang dimaksudkan Marx.”
“Pemikiran Marx mempunyai tujuan praktis – atau politis. Dia bukan hanya seorang filosof; dia juga seorang ahli sejarah, ahli sosiologi, dan ahli ekonomi.”
“Dan dia menjadi pelopor dalam semua bidang itu?”
“Jelas tidak ada filosof lain yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap politik praktis. Di lain pihak, kita harus waspada dalam menyamakan segala sesuatu yang menyebut dirinya Marxisme dengan pemikiran Marx sendiri. Konon Marx mengatakan bahwa dia baru menjadi seorang Marxis pada pertengahan 1940-an, tapi bahkan setelah itu pun dia kadang-kadang merasa perlu menegaskan bahwa dia bukan seorang Marxis.”
“Apakah Yesus seorang Kristen?”
“Itu pun, tentunya, dapat diperdebatkan.”
“Lanjutkan.”
“Sejak awal mula, kawan dan koleganya Friedrich Engels memberikan sumbangan pada apa yang kemudian dikenal sebagai Marxisme. Di abad kita sendiri, Lenin, Stalin, Mao, dan banyak tokoh lainnya juga memberikan sumbangan pada Marxisme, atau Marxisme-Leninisme.”
“Kusarankan kita membicarakan Marx sendiri saja. Anda katakan dia seorang materialis hostoris?”
“Dia bukan seorang filosof materialis seperti para pendukung teori atom dari zaman Yunani Kuno, dia pun tidak mendukung materialisme mekanis dari abad ketujuh belas dan kedelapan belas. Tapi dia beranggapan bahwa cara kita berpikir sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor material dalam masyarakat. Faktor-faktor material semacam itu jelas sangat menentukan perkembangan sejarah.”
“Itu sangat berbeda dari ruh dunia Hegel.”
“Hegel telah mengemukakan bahwa perkembangan sejarah ditentukan oleh ketegangan antara dua kekuatan yang bertentangan – yang kemudian dicairkan oleh suatu perubahan mendadak. Marx mengembangkan gagasan ini lebih jauh. Tapi menurut Marx, Hegel berdiri di atas kepalanya.”
“Tidak sepanjang waktu, kuharap.”
“Hegel menyebutkan kekuatan yang menggerakkan sejarah itu ruh dunia atau akal dunia. Ini, kata Marx, justru terbalik. Dia ingin membuktikan bahwa perubahan-perubahan material itulah yang mempengaruhi sejarah. ‘Hubungan ruhaniah’ tidak menciptakan perubahan material, tetapi sebaliknya. Perubahan material menciptakan hubungan-hubungan ruhaniah yang baru. Marx secara khusus menekankan bahwa kekuatan ekonomi dalam masyarakatlah yang menciptakan perubahan dan karenanya menggerakkan sejarah ke depan.”
“Apakah Anda punya contoh?”
“Filsafat Yunani Kuno dan ilmu pengetahuan mempunyai tujuan yang benar-benar teoritis. Tak seorang pun benar-benar tertarik untuk menerapkan penemuan-penemuan baru dalam praktik.”
“Benarkah?”
“Itu karena cara kehidupan ekonomi masyarakat telah diatur. Produksi terutama didasarkan pada tenaga kerja budak, warga negara tidak perlu meningkatkan produksi dengan inovasi-inovasi praktis. Inilah contohnya bagaimana hubungan material dapat membantu mempengaruhi refleksi filsafat dalam masyarakat.”
“Ya, aku mengerti.”
“Marx menyebut hubungan material, ekonomi, dan sosial ini dasar masyarakat. Cara masyarakat berpikir, jenis lembaga politik apa yang ada, hukum mana yang punyai dan, yang tidak kalah penting, apa yang terdapat dalam agama, moral, seni, filsafat, dan ilmu pengetahuan, disebut oleh Marx sebagai superstruktur masyarakat.”
“Dasar dan superstruktur, baiklah.”
“dan kini kamu mungkin mau berbaik hati mengambilkan kuil Yunani itu untukku.”
Sophie melakukannya.
“Inilah model kuil Parthenon di Acropolis. Kamu juga pernah melihatnya dalam kehidupan nyata.”
“Dalam video, maksud Anda.”
“Kamu dapat melihat bahwa konstruksi itu mempunyai atap yang anggun dan rumit. Barangkali atap dengan ujung muka segitiga yang menonjol itulah yang pertama-tama menarik perhatian orang. inilah yang kita sebut superstruktur.”
“Tapi atap itu tidak dapat melayang di udara.”
“Ia ditunjang oleh tiang-tiang.”
“Bangunan itu mempunyai fondasi yang sangat kuat – sebagai dasarnya – yang mendukung seluruh konstruksi. Dengan cara yang sama, Marx percaya bahwa hubungan material mendukung segala sesuatu sesuai dengan pemikiran dan gagasan dalam masyarakat. Superstruktur masyarakat itu sesungguhnya merupakan cerminan dasar masyarakat tersebut.”
“Apakah itu berarti bahwa teori Plato mengenai ide merupakan cerminan produksi pot bunga dan penanaman anggur?”
“Tidak, tidak sesederhana itu, sebagaimana dikemukakan oleh Marx. Itu adalah efek interaksi yang terjadi di dasar masyarakat terhadap superstrukturnya. Jika Marx menyangkal interaksi ini, dia pasti sudah menjadi seorang materialis mekanis. Tapi Marx menyadari bahwa ada suatu hubungan interaktif atau dialektis antara dasar dan superstruktur, kita katakan bahwa dia seorang materialis dialektis. Ngomong-ngomong, kamu mungkin sempat mencatat bahwa Plato itu bukan tukang pot dan bukan pula penanam anggur.”
“Baiklah. Apakah masih ada yang akan Anda katakan tentang kuil itu?”
“Ya, sedikit. Dapatkah kamu menggambarkan dasar kuil tersebut?”
“Tiang-tiangnya berdiri di atas dasar yang terdiri dari tiga tingkat – atau undakan.”
“Dengan cara yang sama, kita akan menemukan tiga tingkatan dalam masyarakat. Tingkatan yang paling dasar adalah apa yang dapat kita sebut syarat-syarat produksi masyarakat. Dengan kata lain, syarat-syarat alamiah atau sumber-sumber yang tersedia bagi masyarakat itu. Di sini aku mengacu pada syarat-syarat yang berkaitan dengan hal-hal semacam iklim dan bahan mentah. Semua ini merupakan fondasi dari setiap masyarakat, dan fondasi ini sangat menentukan jenis produksi dalam masyarakat dan dengan cara yang sama, hakikat masyarakat itu serta kebudayaannya secara umum.”
“Kita tidak dapat menemui perdagangan ikan herring di Sahara, atau menanam kurma di Norwegia Utara.”
“Kamu menangkap maksudnya. Dan cara pikir dalam kebudayaan nomadik itu sangat berbeda dari cara pikir di sebuah desa nelayan di Norwegia Utara. Tingkat selanjutnya adalah sarana produksi masyarakat. Dengan ini yang dimaksudkan Marx adalah berbagai jenis perlengkapan, peralatan, dan mesin, serta bahan mentah yang dapat ditemukan di sana.”
“Pada zaman dahulu, orang-orang mendayung menuju lahan pemancingan. Belakangan ini mereka menggunakan pukat besar untuk menangkap ikan.”
“Ya, dan di sini kita membicarakan tingkat selanjutnya dalam dasar masyarakat, yaitu mereka yang memiliki sarana-sarana produksi. Pembagian tenaga kerja, atau penyebaran pekerjaan dan pemilikan, itulah yang dinamakan Marx ‘hubungan produksi’ masyarakat.”
“Aku mengerti.”
“Sejauh ini kita dapat menyimpulkan bahwa cara produksi dalam suatu masyarakat itulah yang menentukan kondisi politik atau kondisi ideologi mana yang dapat ditemukan di sana. Bukan kebetulan bahwa sekarang ini kita berpikir dengan cara yang agak berbeda – dan memiliki aturan moral yang agak berbeda – dari masyarakat feodal lama.”
“Jadi Marx tidak percaya pada hak alamiah yang selamanya sah.”
“Tidak, masalah mengenai apa yang secara moral benar, menurut Marx, adalah produksi dasar masyarakat. Misalnya, bukan kebetulan bahwa dengan siapa anaknya harus kawin. Itu menyangkut masalah siapa yang akan mewarisi tanah pertanian. Di dalam masyarakat kota modern, hubungan sosialnya berbeda. Kini kamu dapat bertemu dengan calon pasanganmu di sbuah pesta atau disko, dan jika kalian sudah saling mencintai, kalian akan menemukan suatu tempat untuk hidup bersama.”
“Aku pasti tidak akan tahan hidup bersama orang tua yang akan memutuskan dengan siapa aku harus kawin.”
“Tidak, itu karena kamu adalah anak zamanmu sendiri. Marx menekankan lebih jauh bahwa terutama kelas masyarakat penguasalah yang menentukan norma-norma mengenai yang benar dan yang salah. Sebab ‘sejarah dari seluruh masyarakat yang ada sekarang merupakan sejarah perjuangan kelas.’ Dengan kata lain, sejarah pada prinsipnya adalah masalah siapa yang memiliki sarana produksi.”
“Tidakkah pikiran dan gagasan orang-orang dapat membantu mengubah sejarah?”
“Ya dan tidak, Marx memahami bahwa kondisi dalam superstruktur masyarakat mungkin memiliki interaktif terhadap dasar masyarakat, tapi dia menyangkal bahwa superstruktur masyarakat mempunyai sejarah tersendiri yang mandiri. Apa yang telah mendorong perkembangan sejarah dari masyarakat budak pada zaman modern menuju masyarakat industri masa kini sebelumnya telah ditentukan oleh perubahan-perubahan di dalam dasar masyarakat.”
“Begitu kata Anda.”
“Marx percaya bahwa dalam seluruh tahap sejarah selalu ada pertentangan antara dua kelas masyarakat yang berkuasa. Dalam masyarakat budak pada zaman kuno, pertentangan itu adalah antara warga bebas dan budak. Dalam masyarakat feodal dari Abda Pertengahan, pertentangan terjadi antara para tuan tanah feodal dan para hamba pengelola tanah; di kemudian hari, antara kaum bangsawan dan warga negara biasa. Tapi pada masa hidup Marx sendiri, di dalam apa yang dinamakannya masyarakat borjuis atau kapitalis, pertentangan itu pertama-tama dan terutama terjadi antara para pemodal dan para pekerja, atau kaum proletar. Jadi pertentangan itu berlangsung antara mereka yang memiliki sarana produksi dan mereka yang tidak. Dan, karena ‘kelas atas’ tidak dengan sukarela melepaskan kekuasaan mereka, perubahan hanya dapat dilancarkan melalui revolusi.”
“Bagaimana dengan masyarakat komunis?”
“Marx sangat tertarik pada tradisi masyarakat kapitalis menuju masyarakat komunis. Dia juga mengemukakan suatu analisis terperinci mengenai cara produksi kapitalis. Tapi sebelum membahas itu, kita harus mengetahui lebih dahulu pandangan Marx tentang tenaga kerja manusia.”
“Teruskan.”
“Sebelum dia menjadi seorang komunis, Marx muda sibuk memperhatikan apa yang terjadi pada manusia ketika dia bekerja. Itu adalah sesuatu yang juga pernah dianalisis oleh Hegel. Hegel percaya bahwa ada hubungan interaktif, atau dialektis, antara manusia dan alam. Jika manusia mengubah alam, dia sendiri ikut berubah. Atau, jika kita kemukakan dengan cara sedikit lain, ketika manusia bekerja, dia berinteraksi dengan alam dan mengubahnya. Tapi dalam proses itu, alam juga berinteraksi dengan manusia dan mengubah kesadarannya.”
“Katakan padaku apa yang kamu lakukan dan akan kukatakan padamu siapa kamu.”
“Itulah, ringkasnya, maksud Marx. Bagaimana kita bekerja mempengaruhi kesadaran kita, tapi kesadaran kita juga mempengaruhi cara kita bekerja. Kamu dapat mengatakan itu merupakan suatu hubungan interaktif antara tangan dan kesadaran. Jadi kamu berpikir terkait erat dengan pekerjaan yang kamu lakukan.”
“Jadi pastilah sangat menyedihkan jika kita menganggur.”
“Ya. Seseorang yang menganggur, dalam satu pengertian, merasa hamba. Hegel sudah mengetahui ini sebelumnya. Baik bagi Hegel maupun Marx, bekerja adalah sesuatu uang positif, dan terkait erat dengan esensi kemanusiaan.
“Jadi pastilah positif juga jika kita menjadi pekerja?”
“Ya, pada awalnya. Tapi inilah tepatnya sarana kecaman Marx terhadap metode produksi kapitalis.”
“Apakah itu?”
“Di bawah sistem kapitalis, pekerja bekerja untuk orang lain. Oleh karena itu, pekerjaannya merupakan sesuatu yang ada di luar dirinya – atau sesuatu yang tidak dimilikinya. Pekerja menjadi asing dengan pekerjaannya – tapi pada saat yang sama dia juga menjadi asing dengan dirinya sendiri. dia kehilangan sentuhan dengan realitasnya sendiri. marx mengatakan, dengan cara pengungkapan Hegel, bahwa pekerja itu menjadi terasing.”
“Aku mempunyai seorang bibi yang bekerja di sebuah pabrik, mengepak permen selama lebih dari dua puluh tahun, jadi aku dapat dengan mudah memahami apa yang Anda maksudkan. Dia berkata bahwa dia benci pergi bekerja, setiap pagi.”
“Tapi jika dia membenci pekerjaannya, Sophie, dia pasti membenci dirinya sendiri juga, sedikit banyak.”
“Dia benci permen, itu jelas.”
“dalam masyarakat kapitalis, pekerjaan diatur dengan cara sedemikian rupa sehingga pekerjaan sebenarnya menjadi budak bagi kelas sosial yang lain. Dengan begitu, pekerja menyerahkan tenaganya kerjanya sendiri – dan dengan itu seluruh kehidupannya – kepada kaum borjuis.”
“Apakah memang seburuk itu?”
“Kita sedang membicarakan Marx, dan karenanya kita harus mengambil titik tolak dari kondisi-kondisi sosial pada pertengahan abad yang lalu. Jadi jawabannya pastilah ya. Pekerja mungkin bekerja 12 jam sehari di dalam ruang produksi yang dingin membeku. Bayarannya sering kali begitu sedikit sehingga anak-anak dan ibu-ibu yang sedang hamil pun harus bekerja. Ini mendorong timbulnya kondisi sosial yang sangat buruk. Di banyak tempat, bagian dari upah itu dibayarkan dalam bentuk minuman keras murahan, dan kaum wanita terpaksa menambah penghasilan mereka dengan melacur. Pelanggan mereka para warga terhormat di kota itu. pendeknya, dalam situasi yang mestinya merupakan kehormatan bagi umat manusia, yaitu bekerja, pekerja justru diubah menjadi hewan pengangkut beban.”
“Itu menyulut kemarahanku!”
“Itu menyulut kemarahan Marx juga. Dan sementara hal itu berlangsung, anak-anak kaum borjuis memainkan biola di ruang keluarga yang hangat dan luas setelah mandi dalam kesegaran. Atau mereka duduk di depan piano, sementara menunggu makan malam dengan emoat jenis hidangan. Biola dan piano itu mungkin juga berfungsi sebagai hiburan setelah sebelumnya mereka lama berkuda.”
“Uh! Betapa tidak adilnya!”
“Marx pasti setuju. Bersama Engels, dia menerbitkan Comunist Manifesto pada 1848. Kalimat pertama dalam manifesto ini berbunyi: Hantu sedang membayangi Eropa – hantu komunisme.”
“Itu kedengarannya menakutkan.”
“Itu menakutkan kaum borjuis pula. Sebab kini kaum proletar mulai melancarkan revolusi. Maukah kamu mendengar bagaimana akhir manifesto itu?”
“Ya, tolong.”
“Warga Komunis itu merasa hina jika menyembunyikan pandangan dan tujuan mereka. Mereka dengan terbuka menyatakan bahwa tujuan mereka hanya dapat dicapai dengan mengahancurkan seluruh kondisi sosial yang ada. Biarkan kelompok penguasa gementar melihat revolusi Komunis. Kaum proletar tidak akan kehilangan apa-apa kecuali rantai mereka. Mereka punya dunia yang dapat dimenangkan. Buruh di seluruh negeri, bersatulah!”
“Jika kondisi memang seburuk yang Anda ceritakan, kukira aku akan menandatangani Manifesto itu. tapi tentunya keadaan sudah jauh berbeda sekarang?”
“Di Norwegia memang, tapi tidak demikian di tempat-tempat lain. Banyak orang masih hidup di bawah taraf kehidupan yang manusiawi, sementara mereka terus menghasilkan barang yang membuat pemodal semakin lama semakin kaya. Marx menyebut ini pemerasan.”
“Dapatkah Anda menjelaskan kata itu?”
“Jika seorang pekerja menghasilkan suatu barang, barang ini mempunyai nilai tukar tertentun.”
“Ya.”
“Jika kini kamu mengurai upah pekerja dan biaya produksi dari nilai tukar, akan selalu ada jumlah yang tersisa. Jumlah inilah yang dinamakan Marx keuntungan. Dengan kata lain, pemodal mengantongi suatu nilai yang sesungguhnya diciptakan oleh pekerja. Itulah yang dimaksud dengan pemerasan.”
“Aku mengerti.”
“Jadi kini pemodal menanamkan sebagian keuntungannya ke dalam modal baru – misalnya, dengan memodernkan pabrik ke dalam produksi dengan harapan dapat menghasilkan barang dengan harga yang lebih murah lagi, dan dengan demikian menambah keuntungannya pada masa mendatang.”
“Itu kedengarannya logis.”
“Ya, bisa jadi kelihatan logis. Tapi dalam bidang ini dan dalam bidang lain, dalam jangka panjang keadaanya tidak berjalan seperti yang dibayangkan pemodal.”
“Bagaimana maksud Anda?”
“Marx yakin ada sejumlah kontradiksi yang melekat dalam metode produksi kapitalis. Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang dapat menghancurkan dirinya sendiri, sebab ia tidak mempunyai kontrol rasional.”
“Itu bagus bukan, bagi yang ditindas?”
“Ya; sudah melekat dalam sistem kapitalis bahwa ia jalan menuju kehancurannya sendiri. Dalam pengertian itu, kapitalisme bersifat ‘progresif’, sebab ia berada satu tahap menuju komunisme.”
“Bisakah Anda memberi contoh kapitalisme yang dapat menghancurkan dirinya sendiri?”
“Kita katakan bahwa pemodal mendapatkan kelebihan uang yang sangat banyak, dan dia menggunakan bagian dari kelebihan ini untuk memodernkan pabriknya. Tapi dia juga membelanjakan uang untuk pelajaran biola. Lagi pula, istrinya telah menjadi terbiasa dengan gaya hidup mewah.”
“Tidak diragukan lagi.”
“Dia membeli mesin baru dan karenanya tidak lagi memerlukan banyak tenaga kerja. Dia melakukan ini untuk meningkatkan daya saingnya.”
“Aku mengerti.”
“Tapi dia bukan satu-satunya orang yang berpikir seperti ini, yang berarti bahwa produksi secara keseluruhan terus-menerus dibuat makin efektif. Pabrik makin lama menjadi makin besar, dan lambat laun terpusat di tangan yang jumlahnya makin sedikit. Apa yang terjadi kemudian, Sophie?”
“Anu...”
“Semakin sedikit pekerja yang dibutuhkan, yang berarti semakin banyak jumlah pengangguran. Oleh karena itu, masalah sosial semakin meningkat dan krisi semacam ini merupakan tanda bahwa kapitalisme sedang berjalan menuju kehancurannya sendiri. tapi kapitalisme juga mempunyai sejumlah unsur penghancur-diri yang lain. Setiap kali keuntungan harus dimanfaatkan untuk sarana produksi tanpa menyisakan kelebihan yang cukup banyak untuk menjaga agar produksi berjalan dengan harga bersaing ...”
“Ya?”
“Apa yang dilakukan pemodal kemudian? Dapatkah kamu katakan padaku?”
“Tidak, aku kira aku tidak tahu jawabannya.”
“Bayangkan jika kamu seorang pemilik pabrik. Kamu tidak dapat mencukupi kebutuhan. Kamu tidak dapat membeli bahan mentah yang kamu butuhkan untuk terus berproduksi. Kamu sedang menghadapi kebangkrutan. Kini pertanyaanku adalah, apa yang dapat kamu lakukan untuk menghemat?”
“mungkin aku dapat menurunkan upah?”
“Cerdik! Ya, itu benar-benar pemecahan paling cerdik yang dapat kamu lakukan. Tapi jika semua pemodal secerdik kamu – dan memang begitulah mereka – para pekerja akan menjadi demikian miskinya sehingga mereka tidak mampu membeli barang lagi. Dapat kita katakan bahwa daya beli jatuh. Dan kini kita benar-benar berada dalam lingkaran setan. Lonceng telah berbunyi bagi kekayaan pribadi sang pemodal, kata Marx. Kita sedang melangkah cepat mendekati situasi revolusi.”
“Ya, aku mengerti.”
“Singkat cerita, pada akhirnya kaum proletar bangkit dan mengambil alih sarana produksi.”
“Dan sesudah itu apa?”
“Selama periode tertentu, terbentuklah ‘masyarakat kelas’ baru yang di dalamnya kaum proletar menekan kaum borjuis dengan paksa. Marx menyebut ini kediktatoran kaum proletar. Tapi setelah melewati masa transisi, kediktatoran kaum proletar itu digantikan oleh ‘masyarakat tanpa kelas’, yang di dalamnya sarana produksi dimiliki ‘oleh semua’ – yaitu, rakyat sendiri. dalam masyarakat semacam ini, kebijakan yang diambil adalah ‘dari setiap orang sesuai kemampuannya, untuk setiap orang sesuai kebutuhannya’. Pada saat ini, tenaga kerja menjadi milik para pekerja sendiri dan keterasingan kapitalisme sudah tidak ada lagi.”
“Semua itu kedengarannya indah, tapi apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah memang ada revolusi?”
“Ya dan tidak. Kini, para ahli ekonomi menyatakan bahwa Marx keliru dalam sejumlah masalah penting, terutama analisinya mengenai krisi kapitalisme. Dan dia tidak terlalu memperhatikan perusakan lingkungan hidup – akibat serius yang kita rasakan sekarang. Sekalipun demikian ... “
“Sekalipun demikian?”
“Marxisme mendorong timbulnya pemberontakan-pemberontakan besar. Tak pelak lagi bahwa sosialisme telah banyak berhasil memerangi masyarakat yang tidak manusiawi. Di Eropa, paling tidak, kita hidup dalam masyarakat yang lebih adil – dan lebih menghargai rasa setia kawan – dibanding ketika Marx hidup. Ini terutama berkat jasa Marx sendiri dan seluruh gerakan sosialis.”
“Apa yang terjadi?”
“Setelah Marx, gerakan sosialis terbagi ke dalam dua aliran utama, Demokrasi Sosial dan Leninisme. Demokrasi Sosial, yang mengambil jalan damai dan dibangun secara lambat laun ke arah sosialisme, adalah cara yang diambil Eropa Barat. Kita dapat menyebut ini revolusi jalur lambat. Leninisme, yang mempertahankan kepercayaan Marx bahwa revolusi merupakan satu-satunya jalan untuk memerangi masyarakat kelas lama, berpengaruh besar di Eropa Timur, Asia, dan Afrika. Dengan caranya masing-masing, kedua gerakan itu melancarkan perang melawan kesengsaraan dan penindasan.”
“Tapi tidaklah itu menciptakan bentuk penindasan baru? Misalnya di Rusia dan Eropa Timur?”
“Tidak ada keraguan dalam hal itu, dan di sini lagi-lagi kita mengetahui bahwa dalam tindakan manusia tercampur kebaikan dan kejahatan. Di lain pihak, tidaklah masuk akal menyalahkan Marx karena faktor-faktor negatif di dalam apa yang dinamakan negeri-negeri sosialis lima puluh atau seratus tahus setelah kematiannya. Tapi mungkin dia tidak terlalu memikirkan orang-orang yang akan menjadi administrator masyarakat komunis. Mungkin tidak akan pernah ada ‘tanah yang dijanjikan’. Umat manusia akan selalu menciptakan masalah-masalah baru yang harus dipecahkan.”
..........................................................................................................................................................................................................................................................................

Jelas tidak hanya Marx yang mereka berdua bicarakan. Seperti satu petikan di awal, ialah Socrates yang memang menjadi bapak filsafat dunia, dia lah yang mengawali filsafat itu, kemudian ada pula Plato, dan tokoh-tokoh filsafat lainnya, termasuk Hegel, Kierkegaard, Marx, Darwin, dan lain sebagainya. Anda kemudian akan hanyut ke dalam percakapan mereka berdua, yang sekaligus akan ikut mempelajari filsafat dengan bahasa yang ringan. Anda dapat membaca selengkapnya dalam buku Novel Filsafat ini yang berjudul “DUNIA SOPHIE” karya Jostein Gaarder yang diterbitkan oleh penerbit Mizan. Novel setebal 798 halaman ini sangat disarankan bagi Anda yang suka mengolah nalar. Namun demikian, Bambang Sugiharto, seorang filsuf Indonesia yang menuliskan review di dalam novel ini mengatakan “Meskipun filsafat adalah kegiatan olah nalar, yang sebenarnya digumuli di sana adalah kebutuhan terdalam ruh dalam dinamika jatuh-bangunnya pengalaman: kebutuhan mendasar atas makna dan arah kehidupan, kebutuhan tentang bagaimana misteri-misteri kehidupan bisa dijelaskan dan dipahami, kebutuhan untuk mengerti apa yang sesungguhnya diinginkan oleh jiwa itu sendiri.” Selain prakata yang ditulis oleh Bambang Sugiharto, tiga filsuf Indonesia juga ikut memberikan testimoniumnya dalam novel ini, ialah Franz Magnis-Suseno, Sindhunata, dan F. Budi Hardiman. Bagi mereka yang telah sejak awal konsen dalam filsafat pasti tidak asing mendengar empat tokoh filsuf Indonesia tersebut. Selamat berburu buku.

1 comments:

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com
Unknown said...

Novel Filsafat yang memberikan pelajaran filsafat yang ringan tapi dalam