reviewer by pandu pramudita
Siapakah kamu? Dari mana datangnya dunia? Dua pertanyaan yang terngiang
dalam otak Sophie Admundsend, gadis 14 tahun yang serba ingin tahun, yang
kemudian mengawali jalannya menuju filsafat. Pertanyaan-pertanyaan itu ia
pikirkan karena berawal dari surat misterius, yang sebenarnya ditulis oleh
Alberto Knox, seorang tentara baret biru yang dikemudian adalah orang yang
mengahantarkan Sophie ke filsafat. Seorang filosof mengetahui bahwa dalam
kenyataannya hanya sedikit yang diketahuinya. Itulah sebabnya dia selalu
berusaha untuk merai pengetahuan sejati. “Orang yang paling bijaksana adalah
yang mengetahui bahwa dia tidak tahu” Alberto Knox. Socrates sendiri berkata,
“Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa”. Dan mungkin
Sophie akan atau telah menjadi filsafat, karena ketika Alberto sedang
menjelaskan filsafat-filsafat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh, Sophie selalu
atau banyak menyela meski Alberto terkadang menanggapi tapi lebih banyak
meneruskan penjelasannya. Saya akan mencuplik satu babak ketika Roberto
menjelaskan pemikiran Marx kepada Sophie.
Marx
... hantu sedang membayangi Eropa ...
...........................................................................................................................................................................................................................................................................
Sophie
sekali lagi berdiri sendirian, sementara nyala api terus membakar rumput kering
itu dengan semakin hebat. Agak lama baru dia berhasil mematikan api dengan
menginjak-injaknya hingga padam.
Syukurlah!
Sophie melihat selintas ke arah rumput yang menghitam. Dia memegang sekotak
korek api di tangannya.
Tidak
mungkin dia sendiri yang menyalakan api itu, bukan?
Ketika
bertemu dengan alberto di luar gubuk, Sophie menceritakan padanya apa yang
telah terjadi.
“Scrooge
adalah kapitalis pelit dalam A Christmas
Carol, karya Charles Dickens. Kamu mungkin ingat si Gadis Korek Api dari
dongeng Hans Cristian Andersen.”
“Aku
tidak menduga dapat bertemu dengan mereka di sini di hutan ini.”
“Mengapa
tidak? Ini bukan hutan biasa, dan kini kita akan membicarakan Karl Marx. Sangat tepat bahwa kamu telah
menyaksikan satu contoh mengenai perjuangan kelas yang sangat hebat pada pertengahan
abad kesembilan belas. Tapi marilah masuk ke dalam. Kita agak lebih terlindungi
dari campur tangan sang mayor di sana.”
Sekali
lagi mereka duduk di meja kecil dekat jendela yang menghadap danau. Sophie
masih dapat merasakan di seluruh tubuhnya bagaimana pemandangan danau kecil itu
setelah dia minum dari botol biru.
Hari
ini, kedua botol itu berdiri pada papan di atas tungku. Ada model miniatur dari
sebuah kuil Yunani di atas meja.
“Apakah
itu?” tanya Sophie.
“Semua
ada waktunya, anakku.”
Alberto
mulai berbicara: “Ketika Kierkegaard pergi ke Berlin pada 1814, dia mungkin
duduk bersebelahan dengan Karl Marx pada kuliah-kuliah Schelling.Kierkegaard
telah menulis sebuah tesis master mengenai Socrates. Pada saat yang hampir
bersamaan, Marx telah menulis sebuah tesis doktor mengenai Democritus dan
Epicurus – dengan kata lain, mengenai materialisme zaman Yunani Kuno. Dengan
demikian, mereka berdua memulai aliran filsafat mereka sendiri.”
“Karena
Kierkegaard menjadi seorang eksistensialis dan Marx menjadi materialis?”
“Marx
menjadi apa yang dikenal sebagai seorang materialis
historis. Tapi kita akan kembali ke situ nanti.”
“Teruskan.”
“Masing-masing
dengan caranya sendiri, Kierkegaard dan Marx mengambil filsafat Hegel sebagai
titik tolak.keduanya dipengaruhi oleh cara pikir Hegel, tapi keduanya
menyangkal ‘ruh dunia’-nya, atau Idealismenya.”
“Itu
barangkali terlalu muluk bagi mereka.”
“Pasti.
Secara umum, kita biasanya mengatakan bahwa era sistem filsafat besar berakhir
dengan Hegel. Setelah dia, filsafat arah baru. Bukannya sistem spekulatif yang
hebat, kita mendapatkan apa yang kita sebut filsafat eksistensial atau filsafat
aksi. Inilah yang dimaksudkan Marx ketika dia mengamati bahwa hingga kini,
‘para filosof hanya menafsirkan dunia dengan berbagai cara; yang penting adalah
mengubahnya.’ Kata-kata ini menandai adanya titik balik yang penting dalam
sejarah filsafat.”
“Setelah
bertemu dengan Scrooge dan Gadis Korek Api itu, aku tidak kesulitan memahami
apa yang dimaksudkan Marx.”
“Pemikiran
Marx mempunyai tujuan praktis – atau politis. Dia bukan hanya seorang filosof;
dia juga seorang ahli sejarah, ahli sosiologi, dan ahli ekonomi.”
“Dan
dia menjadi pelopor dalam semua bidang itu?”
“Jelas
tidak ada filosof lain yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap politik
praktis. Di lain pihak, kita harus waspada dalam menyamakan segala sesuatu yang
menyebut dirinya Marxisme dengan pemikiran Marx sendiri. Konon Marx mengatakan
bahwa dia baru menjadi seorang Marxis pada pertengahan 1940-an, tapi bahkan
setelah itu pun dia kadang-kadang merasa perlu menegaskan bahwa dia bukan
seorang Marxis.”
“Apakah
Yesus seorang Kristen?”
“Itu
pun, tentunya, dapat diperdebatkan.”
“Lanjutkan.”
“Sejak
awal mula, kawan dan koleganya Friedrich
Engels memberikan sumbangan pada apa yang kemudian dikenal sebagai
Marxisme. Di abad kita sendiri, Lenin, Stalin, Mao, dan banyak tokoh lainnya
juga memberikan sumbangan pada Marxisme, atau Marxisme-Leninisme.”
“Kusarankan
kita membicarakan Marx sendiri saja. Anda katakan dia seorang materialis
hostoris?”
“Dia
bukan seorang filosof materialis seperti para pendukung teori atom dari zaman
Yunani Kuno, dia pun tidak mendukung materialisme mekanis dari abad ketujuh
belas dan kedelapan belas. Tapi dia beranggapan bahwa cara kita berpikir
sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor material dalam masyarakat.
Faktor-faktor material semacam itu jelas sangat menentukan perkembangan
sejarah.”
“Itu
sangat berbeda dari ruh dunia Hegel.”
“Hegel
telah mengemukakan bahwa perkembangan sejarah ditentukan oleh ketegangan antara
dua kekuatan yang bertentangan – yang kemudian dicairkan oleh suatu perubahan
mendadak. Marx mengembangkan gagasan ini lebih jauh. Tapi menurut Marx, Hegel
berdiri di atas kepalanya.”
“Tidak
sepanjang waktu, kuharap.”
“Hegel
menyebutkan kekuatan yang menggerakkan sejarah itu ruh dunia atau akal dunia.
Ini, kata Marx, justru terbalik. Dia ingin membuktikan bahwa
perubahan-perubahan material itulah yang mempengaruhi sejarah. ‘Hubungan
ruhaniah’ tidak menciptakan perubahan material, tetapi sebaliknya. Perubahan
material menciptakan hubungan-hubungan ruhaniah yang baru. Marx secara khusus
menekankan bahwa kekuatan ekonomi dalam masyarakatlah yang menciptakan
perubahan dan karenanya menggerakkan sejarah ke depan.”
“Apakah
Anda punya contoh?”
“Filsafat
Yunani Kuno dan ilmu pengetahuan mempunyai tujuan yang benar-benar teoritis.
Tak seorang pun benar-benar tertarik untuk menerapkan penemuan-penemuan baru
dalam praktik.”
“Benarkah?”
“Itu
karena cara kehidupan ekonomi masyarakat telah diatur. Produksi terutama
didasarkan pada tenaga kerja budak, warga negara tidak perlu meningkatkan
produksi dengan inovasi-inovasi praktis. Inilah contohnya bagaimana hubungan
material dapat membantu mempengaruhi refleksi filsafat dalam masyarakat.”
“Ya,
aku mengerti.”
“Marx
menyebut hubungan material, ekonomi, dan sosial ini dasar masyarakat. Cara masyarakat berpikir, jenis lembaga politik
apa yang ada, hukum mana yang punyai dan, yang tidak kalah penting, apa yang
terdapat dalam agama, moral, seni, filsafat, dan ilmu pengetahuan, disebut oleh
Marx sebagai superstruktur masyarakat.”
“Dasar
dan superstruktur, baiklah.”
“dan
kini kamu mungkin mau berbaik hati mengambilkan kuil Yunani itu untukku.”
Sophie
melakukannya.
“Inilah
model kuil Parthenon di Acropolis. Kamu juga pernah melihatnya dalam kehidupan
nyata.”
“Dalam
video, maksud Anda.”
“Kamu
dapat melihat bahwa konstruksi itu mempunyai atap yang anggun dan rumit.
Barangkali atap dengan ujung muka segitiga yang menonjol itulah yang
pertama-tama menarik perhatian orang. inilah yang kita sebut superstruktur.”
“Tapi
atap itu tidak dapat melayang di udara.”
“Ia
ditunjang oleh tiang-tiang.”
“Bangunan
itu mempunyai fondasi yang sangat kuat – sebagai dasarnya – yang mendukung
seluruh konstruksi. Dengan cara yang sama, Marx percaya bahwa hubungan material
mendukung segala sesuatu sesuai dengan pemikiran dan gagasan dalam masyarakat.
Superstruktur masyarakat itu sesungguhnya merupakan cerminan dasar masyarakat
tersebut.”
“Apakah
itu berarti bahwa teori Plato mengenai ide merupakan cerminan produksi pot
bunga dan penanaman anggur?”
“Tidak,
tidak sesederhana itu, sebagaimana dikemukakan oleh Marx. Itu adalah efek
interaksi yang terjadi di dasar masyarakat terhadap superstrukturnya. Jika Marx
menyangkal interaksi ini, dia pasti sudah menjadi seorang materialis mekanis.
Tapi Marx menyadari bahwa ada suatu hubungan interaktif atau dialektis antara
dasar dan superstruktur, kita katakan bahwa dia seorang materialis dialektis. Ngomong-ngomong, kamu mungkin sempat mencatat
bahwa Plato itu bukan tukang pot dan bukan pula penanam anggur.”
“Baiklah.
Apakah masih ada yang akan Anda katakan tentang kuil itu?”
“Ya,
sedikit. Dapatkah kamu menggambarkan dasar kuil tersebut?”
“Tiang-tiangnya
berdiri di atas dasar yang terdiri dari tiga tingkat – atau undakan.”
“Dengan
cara yang sama, kita akan menemukan tiga tingkatan dalam masyarakat. Tingkatan
yang paling dasar adalah apa yang dapat kita sebut syarat-syarat produksi masyarakat. Dengan kata lain, syarat-syarat
alamiah atau sumber-sumber yang tersedia bagi masyarakat itu. Di sini aku
mengacu pada syarat-syarat yang berkaitan dengan hal-hal semacam iklim dan
bahan mentah. Semua ini merupakan fondasi dari setiap masyarakat, dan fondasi
ini sangat menentukan jenis produksi dalam masyarakat dan dengan cara yang
sama, hakikat masyarakat itu serta kebudayaannya secara umum.”
“Kita
tidak dapat menemui perdagangan ikan herring
di Sahara, atau menanam kurma di Norwegia Utara.”
“Kamu
menangkap maksudnya. Dan cara pikir dalam kebudayaan nomadik itu sangat berbeda
dari cara pikir di sebuah desa nelayan di Norwegia Utara. Tingkat selanjutnya
adalah sarana produksi masyarakat.
Dengan ini yang dimaksudkan Marx adalah berbagai jenis perlengkapan, peralatan,
dan mesin, serta bahan mentah yang dapat ditemukan di sana.”
“Pada
zaman dahulu, orang-orang mendayung menuju lahan pemancingan. Belakangan ini
mereka menggunakan pukat besar untuk menangkap ikan.”
“Ya,
dan di sini kita membicarakan tingkat selanjutnya dalam dasar masyarakat, yaitu
mereka yang memiliki sarana-sarana produksi. Pembagian tenaga kerja, atau
penyebaran pekerjaan dan pemilikan, itulah yang dinamakan Marx ‘hubungan
produksi’ masyarakat.”
“Aku
mengerti.”
“Sejauh
ini kita dapat menyimpulkan bahwa cara
produksi dalam suatu masyarakat itulah yang menentukan kondisi politik atau
kondisi ideologi mana yang dapat ditemukan di sana. Bukan kebetulan bahwa
sekarang ini kita berpikir dengan cara yang agak berbeda – dan memiliki aturan
moral yang agak berbeda – dari masyarakat feodal lama.”
“Jadi
Marx tidak percaya pada hak alamiah yang selamanya sah.”
“Tidak,
masalah mengenai apa yang secara moral benar, menurut Marx, adalah produksi
dasar masyarakat. Misalnya, bukan kebetulan bahwa dengan siapa anaknya harus
kawin. Itu menyangkut masalah siapa yang akan mewarisi tanah pertanian. Di
dalam masyarakat kota modern, hubungan sosialnya berbeda. Kini kamu dapat
bertemu dengan calon pasanganmu di sbuah pesta atau disko, dan jika kalian
sudah saling mencintai, kalian akan menemukan suatu tempat untuk hidup
bersama.”
“Aku
pasti tidak akan tahan hidup bersama orang tua yang akan memutuskan dengan
siapa aku harus kawin.”
“Tidak,
itu karena kamu adalah anak zamanmu sendiri. Marx menekankan lebih jauh bahwa
terutama kelas masyarakat penguasalah yang menentukan norma-norma mengenai yang
benar dan yang salah. Sebab ‘sejarah dari seluruh masyarakat yang ada sekarang
merupakan sejarah perjuangan kelas.’ Dengan kata lain, sejarah pada prinsipnya
adalah masalah siapa yang memiliki sarana produksi.”
“Tidakkah
pikiran dan gagasan orang-orang dapat membantu mengubah sejarah?”
“Ya
dan tidak, Marx memahami bahwa kondisi dalam superstruktur masyarakat mungkin
memiliki interaktif terhadap dasar masyarakat, tapi dia menyangkal bahwa
superstruktur masyarakat mempunyai sejarah tersendiri yang mandiri. Apa yang
telah mendorong perkembangan sejarah dari masyarakat budak pada zaman modern
menuju masyarakat industri masa kini sebelumnya telah ditentukan oleh
perubahan-perubahan di dalam dasar masyarakat.”
“Begitu
kata Anda.”
“Marx
percaya bahwa dalam seluruh tahap sejarah selalu ada pertentangan antara dua
kelas masyarakat yang berkuasa. Dalam masyarakat
budak pada zaman kuno, pertentangan itu adalah antara warga bebas dan
budak. Dalam masyarakat feodal dari
Abda Pertengahan, pertentangan terjadi antara para tuan tanah feodal dan para
hamba pengelola tanah; di kemudian hari, antara kaum bangsawan dan warga negara
biasa. Tapi pada masa hidup Marx sendiri, di dalam apa yang dinamakannya masyarakat borjuis atau kapitalis, pertentangan itu pertama-tama
dan terutama terjadi antara para pemodal dan para pekerja, atau kaum proletar.
Jadi pertentangan itu berlangsung antara mereka yang memiliki sarana produksi
dan mereka yang tidak. Dan, karena ‘kelas atas’ tidak dengan sukarela
melepaskan kekuasaan mereka, perubahan hanya dapat dilancarkan melalui
revolusi.”
“Bagaimana
dengan masyarakat komunis?”
“Marx
sangat tertarik pada tradisi masyarakat kapitalis menuju masyarakat komunis.
Dia juga mengemukakan suatu analisis terperinci mengenai cara produksi
kapitalis. Tapi sebelum membahas itu, kita harus mengetahui lebih dahulu
pandangan Marx tentang tenaga kerja
manusia.”
“Teruskan.”
“Sebelum
dia menjadi seorang komunis, Marx muda sibuk memperhatikan apa yang terjadi
pada manusia ketika dia bekerja. Itu adalah sesuatu yang juga pernah dianalisis
oleh Hegel. Hegel percaya bahwa ada hubungan interaktif, atau dialektis, antara
manusia dan alam. Jika manusia mengubah alam, dia sendiri ikut berubah. Atau,
jika kita kemukakan dengan cara sedikit lain, ketika manusia bekerja, dia
berinteraksi dengan alam dan mengubahnya. Tapi dalam proses itu, alam juga
berinteraksi dengan manusia dan mengubah kesadarannya.”
“Katakan
padaku apa yang kamu lakukan dan akan kukatakan padamu siapa kamu.”
“Itulah,
ringkasnya, maksud Marx. Bagaimana kita bekerja mempengaruhi kesadaran kita,
tapi kesadaran kita juga mempengaruhi cara kita bekerja. Kamu dapat mengatakan
itu merupakan suatu hubungan interaktif antara tangan dan kesadaran. Jadi kamu
berpikir terkait erat dengan pekerjaan yang kamu lakukan.”
“Jadi
pastilah sangat menyedihkan jika kita menganggur.”
“Ya.
Seseorang yang menganggur, dalam satu pengertian, merasa hamba. Hegel sudah
mengetahui ini sebelumnya. Baik bagi Hegel maupun Marx, bekerja adalah sesuatu
uang positif, dan terkait erat dengan esensi kemanusiaan.
“Jadi
pastilah positif juga jika kita menjadi pekerja?”
“Ya,
pada awalnya. Tapi inilah tepatnya sarana kecaman Marx terhadap metode produksi
kapitalis.”
“Apakah
itu?”
“Di
bawah sistem kapitalis, pekerja bekerja untuk orang lain. Oleh karena itu,
pekerjaannya merupakan sesuatu yang ada di luar dirinya – atau sesuatu yang tidak
dimilikinya. Pekerja menjadi asing dengan pekerjaannya – tapi pada saat yang
sama dia juga menjadi asing dengan dirinya sendiri. dia kehilangan sentuhan
dengan realitasnya sendiri. marx mengatakan, dengan cara pengungkapan Hegel,
bahwa pekerja itu menjadi terasing.”
“Aku
mempunyai seorang bibi yang bekerja di sebuah pabrik, mengepak permen selama
lebih dari dua puluh tahun, jadi aku dapat dengan mudah memahami apa yang Anda
maksudkan. Dia berkata bahwa dia benci pergi bekerja, setiap pagi.”
“Tapi
jika dia membenci pekerjaannya, Sophie, dia pasti membenci dirinya sendiri
juga, sedikit banyak.”
“Dia
benci permen, itu jelas.”
“dalam
masyarakat kapitalis, pekerjaan diatur dengan cara sedemikian rupa sehingga
pekerjaan sebenarnya menjadi budak bagi kelas sosial yang lain. Dengan begitu,
pekerja menyerahkan tenaganya kerjanya sendiri – dan dengan itu seluruh
kehidupannya – kepada kaum borjuis.”
“Apakah
memang seburuk itu?”
“Kita
sedang membicarakan Marx, dan karenanya kita harus mengambil titik tolak dari
kondisi-kondisi sosial pada pertengahan abad yang lalu. Jadi jawabannya
pastilah ya. Pekerja mungkin bekerja 12 jam sehari di dalam ruang produksi yang
dingin membeku. Bayarannya sering kali begitu sedikit sehingga anak-anak dan
ibu-ibu yang sedang hamil pun harus bekerja. Ini mendorong timbulnya kondisi
sosial yang sangat buruk. Di banyak tempat, bagian dari upah itu dibayarkan
dalam bentuk minuman keras murahan, dan kaum wanita terpaksa menambah
penghasilan mereka dengan melacur. Pelanggan mereka para warga terhormat di
kota itu. pendeknya, dalam situasi yang mestinya merupakan kehormatan bagi umat
manusia, yaitu bekerja, pekerja justru diubah menjadi hewan pengangkut beban.”
“Itu
menyulut kemarahanku!”
“Itu
menyulut kemarahan Marx juga. Dan sementara hal itu berlangsung, anak-anak kaum
borjuis memainkan biola di ruang keluarga yang hangat dan luas setelah mandi
dalam kesegaran. Atau mereka duduk di depan piano, sementara menunggu makan
malam dengan emoat jenis hidangan. Biola dan piano itu mungkin juga berfungsi
sebagai hiburan setelah sebelumnya mereka lama berkuda.”
“Uh!
Betapa tidak adilnya!”
“Marx
pasti setuju. Bersama Engels, dia menerbitkan Comunist Manifesto pada 1848. Kalimat pertama dalam manifesto ini
berbunyi: Hantu sedang membayangi Eropa – hantu komunisme.”
“Itu
kedengarannya menakutkan.”
“Itu
menakutkan kaum borjuis pula. Sebab kini kaum proletar mulai melancarkan
revolusi. Maukah kamu mendengar bagaimana akhir manifesto itu?”
“Ya,
tolong.”
“Warga
Komunis itu merasa hina jika menyembunyikan pandangan dan tujuan mereka. Mereka
dengan terbuka menyatakan bahwa tujuan mereka hanya dapat dicapai dengan
mengahancurkan seluruh kondisi sosial yang ada. Biarkan kelompok penguasa
gementar melihat revolusi Komunis. Kaum proletar tidak akan kehilangan apa-apa
kecuali rantai mereka. Mereka punya dunia yang dapat dimenangkan. Buruh di
seluruh negeri, bersatulah!”
“Jika
kondisi memang seburuk yang Anda ceritakan, kukira aku akan menandatangani
Manifesto itu. tapi tentunya keadaan sudah jauh berbeda sekarang?”
“Di
Norwegia memang, tapi tidak demikian di tempat-tempat lain. Banyak orang masih
hidup di bawah taraf kehidupan yang manusiawi, sementara mereka terus menghasilkan
barang yang membuat pemodal semakin lama semakin kaya. Marx menyebut ini
pemerasan.”
“Dapatkah
Anda menjelaskan kata itu?”
“Jika
seorang pekerja menghasilkan suatu barang, barang ini mempunyai nilai tukar
tertentun.”
“Ya.”
“Jika
kini kamu mengurai upah pekerja dan biaya produksi dari nilai tukar, akan
selalu ada jumlah yang tersisa. Jumlah inilah yang dinamakan Marx keuntungan.
Dengan kata lain, pemodal mengantongi suatu nilai yang sesungguhnya diciptakan
oleh pekerja. Itulah yang dimaksud dengan pemerasan.”
“Aku
mengerti.”
“Jadi
kini pemodal menanamkan sebagian keuntungannya ke dalam modal baru – misalnya,
dengan memodernkan pabrik ke dalam produksi dengan harapan dapat menghasilkan
barang dengan harga yang lebih murah lagi, dan dengan demikian menambah
keuntungannya pada masa mendatang.”
“Itu
kedengarannya logis.”
“Ya,
bisa jadi kelihatan logis. Tapi dalam bidang ini dan dalam bidang lain, dalam
jangka panjang keadaanya tidak berjalan seperti yang dibayangkan pemodal.”
“Bagaimana
maksud Anda?”
“Marx
yakin ada sejumlah kontradiksi yang melekat dalam metode produksi kapitalis.
Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang dapat menghancurkan dirinya
sendiri, sebab ia tidak mempunyai kontrol rasional.”
“Itu
bagus bukan, bagi yang ditindas?”
“Ya;
sudah melekat dalam sistem kapitalis bahwa ia jalan menuju kehancurannya
sendiri. Dalam pengertian itu, kapitalisme bersifat ‘progresif’, sebab ia
berada satu tahap menuju komunisme.”
“Bisakah
Anda memberi contoh kapitalisme yang dapat menghancurkan dirinya sendiri?”
“Kita
katakan bahwa pemodal mendapatkan kelebihan uang yang sangat banyak, dan dia
menggunakan bagian dari kelebihan ini untuk memodernkan pabriknya. Tapi dia
juga membelanjakan uang untuk pelajaran biola. Lagi pula, istrinya telah
menjadi terbiasa dengan gaya hidup mewah.”
“Tidak
diragukan lagi.”
“Dia
membeli mesin baru dan karenanya tidak lagi memerlukan banyak tenaga kerja. Dia
melakukan ini untuk meningkatkan daya saingnya.”
“Aku
mengerti.”
“Tapi
dia bukan satu-satunya orang yang berpikir seperti ini, yang berarti bahwa
produksi secara keseluruhan terus-menerus dibuat makin efektif. Pabrik makin
lama menjadi makin besar, dan lambat laun terpusat di tangan yang jumlahnya
makin sedikit. Apa yang terjadi kemudian, Sophie?”
“Anu...”
“Semakin
sedikit pekerja yang dibutuhkan, yang berarti semakin banyak jumlah
pengangguran. Oleh karena itu, masalah sosial semakin meningkat dan krisi semacam ini merupakan tanda bahwa
kapitalisme sedang berjalan menuju kehancurannya sendiri. tapi kapitalisme juga
mempunyai sejumlah unsur penghancur-diri yang lain. Setiap kali keuntungan
harus dimanfaatkan untuk sarana produksi tanpa menyisakan kelebihan yang cukup
banyak untuk menjaga agar produksi berjalan dengan harga bersaing ...”
“Ya?”
“Apa
yang dilakukan pemodal kemudian? Dapatkah kamu katakan padaku?”
“Tidak,
aku kira aku tidak tahu jawabannya.”
“Bayangkan
jika kamu seorang pemilik pabrik. Kamu tidak dapat mencukupi kebutuhan. Kamu
tidak dapat membeli bahan mentah yang kamu butuhkan untuk terus berproduksi.
Kamu sedang menghadapi kebangkrutan. Kini pertanyaanku adalah, apa yang dapat
kamu lakukan untuk menghemat?”
“mungkin
aku dapat menurunkan upah?”
“Cerdik!
Ya, itu benar-benar pemecahan paling cerdik yang dapat kamu lakukan. Tapi jika
semua pemodal secerdik kamu – dan memang begitulah mereka – para pekerja akan
menjadi demikian miskinya sehingga mereka tidak mampu membeli barang lagi.
Dapat kita katakan bahwa daya beli jatuh. Dan kini kita benar-benar berada
dalam lingkaran setan. Lonceng telah berbunyi bagi kekayaan pribadi sang
pemodal, kata Marx. Kita sedang melangkah cepat mendekati situasi revolusi.”
“Ya,
aku mengerti.”
“Singkat
cerita, pada akhirnya kaum proletar bangkit dan mengambil alih sarana
produksi.”
“Dan
sesudah itu apa?”
“Selama
periode tertentu, terbentuklah ‘masyarakat kelas’ baru yang di dalamnya kaum
proletar menekan kaum borjuis dengan paksa. Marx menyebut ini kediktatoran kaum proletar. Tapi setelah
melewati masa transisi, kediktatoran kaum proletar itu digantikan oleh
‘masyarakat tanpa kelas’, yang di dalamnya sarana produksi dimiliki ‘oleh
semua’ – yaitu, rakyat sendiri. dalam masyarakat semacam ini, kebijakan yang
diambil adalah ‘dari setiap orang sesuai kemampuannya, untuk setiap orang
sesuai kebutuhannya’. Pada saat ini, tenaga kerja menjadi milik para pekerja
sendiri dan keterasingan kapitalisme sudah tidak ada lagi.”
“Semua
itu kedengarannya indah, tapi apa yang sesungguhnya terjadi? Apakah memang ada
revolusi?”
“Ya
dan tidak. Kini, para ahli ekonomi menyatakan bahwa Marx keliru dalam sejumlah
masalah penting, terutama analisinya mengenai krisi kapitalisme. Dan dia tidak
terlalu memperhatikan perusakan lingkungan hidup – akibat serius yang kita
rasakan sekarang. Sekalipun demikian ... “
“Sekalipun
demikian?”
“Marxisme
mendorong timbulnya pemberontakan-pemberontakan besar. Tak pelak lagi bahwa
sosialisme telah banyak berhasil memerangi masyarakat yang tidak manusiawi. Di
Eropa, paling tidak, kita hidup dalam masyarakat yang lebih adil – dan lebih
menghargai rasa setia kawan – dibanding ketika Marx hidup. Ini terutama berkat
jasa Marx sendiri dan seluruh gerakan sosialis.”
“Apa
yang terjadi?”
“Setelah
Marx, gerakan sosialis terbagi ke dalam dua aliran utama, Demokrasi Sosial dan
Leninisme. Demokrasi Sosial, yang mengambil jalan damai dan dibangun secara
lambat laun ke arah sosialisme, adalah cara yang diambil Eropa Barat. Kita
dapat menyebut ini revolusi jalur lambat. Leninisme, yang mempertahankan
kepercayaan Marx bahwa revolusi merupakan satu-satunya jalan untuk memerangi
masyarakat kelas lama, berpengaruh besar di Eropa Timur, Asia, dan Afrika.
Dengan caranya masing-masing, kedua gerakan itu melancarkan perang melawan
kesengsaraan dan penindasan.”
“Tapi
tidaklah itu menciptakan bentuk penindasan baru? Misalnya di Rusia dan Eropa
Timur?”
“Tidak
ada keraguan dalam hal itu, dan di sini lagi-lagi kita mengetahui bahwa dalam
tindakan manusia tercampur kebaikan dan kejahatan. Di lain pihak, tidaklah
masuk akal menyalahkan Marx karena faktor-faktor negatif di dalam apa yang
dinamakan negeri-negeri sosialis lima puluh atau seratus tahus setelah
kematiannya. Tapi mungkin dia tidak terlalu memikirkan orang-orang yang akan
menjadi administrator masyarakat komunis. Mungkin tidak akan pernah ada ‘tanah
yang dijanjikan’. Umat manusia akan selalu menciptakan masalah-masalah baru
yang harus dipecahkan.”
..........................................................................................................................................................................................................................................................................
Jelas tidak hanya
Marx yang mereka berdua bicarakan. Seperti satu petikan di awal, ialah Socrates
yang memang menjadi bapak filsafat dunia, dia lah yang mengawali filsafat itu,
kemudian ada pula Plato, dan tokoh-tokoh filsafat lainnya, termasuk Hegel,
Kierkegaard, Marx, Darwin, dan lain sebagainya. Anda kemudian akan hanyut ke
dalam percakapan mereka berdua, yang sekaligus akan ikut mempelajari filsafat
dengan bahasa yang ringan. Anda dapat membaca selengkapnya dalam buku Novel
Filsafat ini yang berjudul “DUNIA SOPHIE” karya Jostein Gaarder yang
diterbitkan oleh penerbit Mizan. Novel setebal 798 halaman ini sangat
disarankan bagi Anda yang suka mengolah nalar. Namun demikian, Bambang
Sugiharto, seorang filsuf Indonesia yang menuliskan review di dalam novel ini
mengatakan “Meskipun filsafat adalah kegiatan olah nalar, yang sebenarnya
digumuli di sana adalah kebutuhan terdalam ruh dalam dinamika jatuh-bangunnya
pengalaman: kebutuhan mendasar atas makna dan arah kehidupan, kebutuhan tentang
bagaimana misteri-misteri kehidupan bisa dijelaskan dan dipahami, kebutuhan
untuk mengerti apa yang sesungguhnya diinginkan oleh jiwa itu sendiri.” Selain
prakata yang ditulis oleh Bambang Sugiharto, tiga filsuf Indonesia juga ikut
memberikan testimoniumnya dalam novel ini, ialah Franz Magnis-Suseno,
Sindhunata, dan F. Budi Hardiman. Bagi mereka yang telah sejak awal konsen
dalam filsafat pasti tidak asing mendengar empat tokoh filsuf Indonesia tersebut.
Selamat berburu buku.
1 comments:
Novel Filsafat yang memberikan pelajaran filsafat yang ringan tapi dalam
Post a Comment