reviewer by pandu pramudita
Salah satu gerakan
perempuan, yang dikenal sebagai feminis, adalah menanamkan pengetahuan kepada
mereka agra dapat mengeluarkan pendapatnya sendiri dan tidak menjadi manusia
makhluk kedua setelah laki-laki. Hanya saja, penanaman ini tidak dapat hanya
bergerak satu sisi. Agar sampai pada tujuan kesetaraan gender, maka harus ada
sebuah penanaman pengetahuan bersama, saling mengerti dan memahami adalah
tujuan utama agar mencapai kehidupan yang lebih baik. Antara laki-laki dan
perempuan jika terjalin saling pengertian, maka tidak akan lagi terjadi sebuah
perendahan salah satu gender dalam persamaan manusia. Berikut saya akan mencuplikkan sebuah chapter dalam buku yang selanjutnya saya rekomendasikan kepada Anda untuk membacanya lebih lanjut.
Ujung
Payung Tidak Menghamili
“Dokter, istri saya berusia
sembilan belas tahun mengharapkan punya anak dari saya,”
kata seorang suami berusia 90 tahun, ketika mendatangi tempat seorang dokter
ahli kandungan.
Si
dokter ahli kandungan menanggapi dengan ramah dan manis, “Baik, tapi dengarkan dulu cerita saya ini.”
Lelaki
berusia tua mendengarkan cerita dokter ahli kandungan yang duduk di hadapannya.
“Ada seorang pemburu,” dokter
ahli kandungan memulai ceritanya, “pemburu
itu membuat kesalahan. Ia tidak membawa senapan melainkan payung untuk berburu.
Tiba-tiba seekor beruang menyerang si Pemburu. Dengan cekatan si pemburu
mengarahkan payungnya dan menembakkan ke arah beruang tersebut. dan, beruang
itu pun mati.”
“Mana mungkin? Pasti ada
orang lain yang menembak beruang itu,” seru lelaki tua itu
menanggapi cerita si dokter.
“Itulah, maksud saya!”
kata si dokter ahli kandungan dengan tegas.
(Disadur
dari Plato and a Platypus Walk into a Bar)
Lelucon
yang baru Anda baca adalah analogi yang melukiskan bagaimana mungkin seorang
kakek berusia uzur bisa menghamili perempuan berusia sangat muda? Tetapi
seperti halnya perempuan pada umumnya, perempuan muda itu pun ingin punya anak.
Mengapa
si perempuan ingin punya anak? Jawabannya, karena ia perempuan. Ada anggapan
kuat dan diyakini masyarakat bahwa jika seorang perempuan punya anak, maka ia
menjadi perempuan sempurna. Maka, tak usah heran apabila banyak perempuan yang
merana, merasa hina dan tidak berguna jika tidak mempunyai anak. Di lain pihak,
para perempuan penganut feminis radikal-liberal menolak punya anak. Atau, jika
punya anak ingin hamil melalui sistem ekstogenesis (kehamilan di luar tubuh
dengan menggunakan plasenta buatan). Alasan mereka, mejadi ibu biologis itu
memeras perempuan baik secara fisik maupun psikologis (Tong, 1998).
Suka
atau tidak suka, siapa pun yang telah lahir ke dunia ini sebagai perempuan
tentulah tidak menolak. Mungkin, bisa saja mengingkarinya dengan cara operasi
kehamilan. Tetapi gennya sebagai perempuan tidaklah bisa dihilangkan, yaitu
terlahir dari bentukan sel sperma lelaki yang terdiri dari 44 buah kromosom
inilah yang membedakan antara lelaki dan perempuan dalam bentuk fisik luar
maupun organ di dalamnya, termasuk alat kelamin yang adalah alat reproduksi.
Alat
kelamin perempuan disebut vagina. Bagian luar vagina disebut vulva. Inti vagina
adalah sebuah tabung berlapis otot yang membujur ke atas dan condong ke
belakang hingga ke dalam atau ujungnya yang disebut rahim (uterus). Panjang tabung vagina sekitar 9 cm, dan punya
keistimewaan. Selain elastis (untuk menerima penis yang tegang dan membesar),
juga bisa membersihkan dirinya sendiri untuk tetap steril.
Sedangkan
rahim, sungguh menakjubkan. Ia merupakan kantong berlapis mirip buah pir,
terletak di tengah kurungan pinggul, diapit oleh kandung kencing di depan dan
di belakang usus. Panjang rahim kira-kira 9 cm, lebar 6 cm, dan beratnya hanya
60 gram. Fungsi rahim adalah sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin pada
saat si perempuan mengandung. Rahim ini juga elastis, ukurannya berubah,
menyesuaikan perkembangan janin (Jones, 2005). Dari rahimlah asal mula
kehidupan manusia. hanya perempuanlah yang mempunyai rahim. Maka, perempuanlah
disebut pula sebagai empu-an yang artinya yang dipertuan atau terhormat.
Sungguh luhur sebutan itu dan memang seluhur itulah fungsi perempuan yang
sesungguhnya.
Tetapi,
bagaimana jika seseorang perempuan tidak mau punya anak? Menurut para tokoh
feminis radikal-liberal itu merupakan hal pilih kaum perempuan dan harus
dihormati. Sebab, perempuan yang mengutamakan kariernya (bekerja di luar rumah)
akan repot jika harus mengurusi anak. Untuk menjadi superwoman (menjadi ibu rumah tangga/mengurusi anak dan punya karier)
juga bukan hal mudah. Maka, sejak tahun 70-an, perempuan yang tidak mau punya
anak (bahkan tidak juga mau menikah) jumlahnya cenderung bertambah. Ini dampak
dari “kebangkitan perempuan” yang diilhami gerakan feminis liberal akhir tahun
60-an. Kebangkitan ini mendorong perempuan untuk ke luar rumah menjadi
perempuan karier.
“Mengombinasikan
antara perkawinan, menjadi ibu, dan berkarier bukanlah hal yang mudah!” tegas
Betty Friedan, tokoh feminis, dalam bukunya berjudul The Second stage. Sebab, tidak semua perempuan bisa menjadi
perempuan super yang mampu merawat
anak-anaknya, mencintai suaminya, mengurus rumah tangganya dengan baik, dan
membina kariernya di luar rumah. Kesimpulannya, perempuan harus mampu memilih
dengan bijak: mana yang diprioritaskan?
Kemudian
Friedan memberi contoh kasus nasib malang seorang perempuan yang memilih
kariernya daripada perkawinan dan menjadi seorang ibu. Berikut penuturannya:
“Saya
perempuan pertama di dalam manajemen di sini. Saya memberikan segala-galanya
untuk pekerjaan. Mula-mula merasa menyenangkan, menerobos tempat yang tidak
dimasuki oleh perempuan sebelumnya. Kini, pekerjaan itu hanyalah sekadar satu
pekerjaan. Saya tidak tahan kembali ke apartemen saya sendiri setiap malam.
Saya ingin mempunyai sebuah rumah, mungkin juga sebuah taman. Mungkin
seharusnya saya mempunyai seorang anak, bahkan tanpa ayah sekalipun. Paling
tidak, saya akan mempunyai sebuah keluarga. Seharusnya ada cara yang lebih baik
untuk hidup.”
Dari
kasus yang dipaparkan tersebut dapat disimpulkan bahwa “cara hidup yang lebih
baik” adalah melakukan apa yang menjadi kodrat perempuan, yaitu memfungsikan
rahimnya: mempunyai anak!
Bicara
mengenai rahim, Simone de Beauvoir, seorang penulis, sastrawati dan filsuf
Prancis memaparkan bahwa perempuan itu rahim dan sebutir telur (the woman is a womb and an ovary!).
Paparannya itu ia tulis dalam bukunya yang berjudul The Second sex (Seks Kedua). Tulisnya, jika perempuan itu hanya
sebagai rahim dan sebutir indung telur, ia tak lebih sebagai “betina” yang
dianggap makhluk kelas dua oleh kaum lelaki karena hanya berfungsi sebagai
“pabrik bayi”. Ia menolak keras anggapan tersebut dengan cara mengajak kaum
perempuan menjadi perempuan modern.
Baginya,
ciri-ciri perempuan modern adalah (harus) menjadi dirinya sendiri, punya
pendapat, mampu melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya,
punya inisiatif dan kreatif dalam mengubah nasibnya. Perempuan modern juga
punya kesadaran penuh untuk sejajar atau menjadi mitra kaum lelaki. Dengan
demikian, fungsi perempuan tidak hanya sekadar sebagai “pabrik bayi”.
..........................................................................................................................................................................................................................................................................
Adalah cuplikan dari buku
yang berjudul “Her Story: Sejarah
Perjalanan Payudara” yang ditulis oleh Naning Pranoto. Buku ini akan
menyajikan sebuah pengetahuan yang dapat membuka mata kita mengenai kesetaraan
gender. Fokus pembicaraan adalah seputar perempuan, baik gender maupun
seksualitas, namun pengetahuan ini justru diperuntukkan kaum laki-laki, yang dipertegas dalam sampulnya dimana terdapat bintang yang bertuliskan "Lelaki wajib memiliki".
Keseteraan gender akan terwujud jika saling memahami. Oleh sebab itu,
pengetahuan yang melingkupi perempuan juga sepatutnya dipahami juga oleh
laki-laki. Bahasa yang digunakan oleh Naning ini sangat ringan. Diawali dengan cerita, baik yang bersifat jenaka maupun yang melegenda di masyarakat, kemudian disentuhnya dengan pengetahuan-pengetahuan kesetaraan gender. Pengetahuan Arkeologi - atau melihat juga dari sisi anatomi, khususnya bagian tubuh vital perempuan - menjadi salah satu hal yang disorotinya untuk mengungkap pengetahuan yang seharunya diketahui oleh masyarakat dan mencoba membongkar mitos-mitos dalam bagian-bagian vital itu. Maka buku terbitan Kanisius ini sangat disarankan sebagai daftar
bacaan Anda untuk membuka cakrawala kesetaraan gender. Selamat berburu buku.
0 comments:
Post a Comment