reviewer by pandu pramudita
“Simbolisasi namanya [Karl Marx] berdampak
pada campur adukya pemahaman kita terhadap ide-idenya ... Dia sering dikritik,
sebagaimana dia juga sering dipuji, oleh orang yang
pada dasarnya tidak pernah membaca karyanya”
sebagaimana dia juga sering dipuji, oleh orang yang
pada dasarnya tidak pernah membaca karyanya”
(Ritzer dan Goodman, 2013)
Membaca kalimat
yang diungkapkan oleh George Ritzer dan Douglas J. Goodman dalam terjemahannya Teori Marxis dan Berbagai Teori Neo-Marxian
(2013), memberikan suatu dorongan untuk membaca lebih lanjut karya-karya Marx
yang melegenda. Tidak seperti filsuf lain, Marx dikenals ebagai filsuf yang
emansipatoris, berpihak dalam pembebasan. Bagi Marx, sebuah teori tentang
bagaimana masyarakat bekerja akan bersifat khsus karena terutama dilihatnya
adalah tentang bagaimana mengubah masyarakat (Ritzer dan Goodman, 2013: 7).
Dalam penulisan ini, akan mereview karya Franz Magnis-Suseno tentang bukunya
yang berjudul Pemikiran Karl Marx: dari
Utopis ke Perselisihan Revisionisme.
Hal pertama akan
dimulai dengan kata “marxisme”. Kata
“marxisme”, tidak sama dengan “komunisme”. “Komunisme” yang juga disebut “komunisme
internasional” adalah nama “gerakan
kaum komunis”. Komunisme adalah gerakan dan kekuatan politik “partai-partai komunis” yang sejak
revolusi Oktober 1917 di bawah pimpinan W.I. Lenin menjadi kekuatan politis dan
ideologis internasional. Istilah komunis juga dipakai untuk “ajaran komunisme” atau “Marxsisme-Leninisme” yang merupakan
ajaran ideologi resmi komunisme. Istilah Marxisme sendiri adalah sebutan bagi
pembakuan ajaran resmi Karl Marx yang terutama dilakukan oleh temannya,
Friedrich Engels dan oleh tokoh teori Marxis Karl Kautsky.
Menurut Marx,
agama hanyalah tanda keterasingan manusia tetapi bukan dasarnya. Keterasingan
manusia dalam agama adalah ungkapan keterasingan yang lebih mendalam. Agama
hanyalah sebuah pelarian karena realitas memaksa manusia untuk melarikan diri.
Agama adalah realisasi hakikat manusia dalam angan-angan karena hakekat manusia
tidak mempunyai realitas yang sungguh-sungguh. Maka, menurut Marx, agama adalah
candu rakyat.
Kemunculan
negara dilihat Marx dalam runtutan bahwa dalam keterasingan manusia dari
sifatnya sosialnya menghasilkan agama, sehingga manusia dipandang sebagai
individu. Sebagai individu, manusia itu egois, dan ia hanya sosial karena harus
taat pada negara. Bagi Marx, adanya negara membuktikan bahwa manusia terasing
dari kesosialannya karena andaikata manusia sosial dengan sendirinya, tidak
perlu ada negara memaksanya agar mau bersifat sosial. Jadi keterasingan dasar
manusia adalah keterasingan dari sifatnya yang sosial. Tanda keterasingan itu
adalah eksistensi negara sebagai lembaga yang dari luar dan atas memaksa
individu-individu untuk bertindak sosial, sedangkan individu itu sendiri
semata-mata bertindak egois.
Marx memahami
bahwa keterasingan manusia dari kesosialannya siproduksi dalam pekerjaan di
bawah sistem ekonomi kapitalis. Keterasingan dalam pekerjaan adalah dasr segala
keterasingan manusia, karena menurut Marx, pekerjaan adalah tindakan manusia
paling dasar: dalam pekerjaan, manusia membuat dirinya menjadi nyata. Marx memperlihatkan
pekerjaan sebagai pembeda manusia dengan binatang, karena manusia bekerja
secara bebas dan universal. Bebas karena ia dapat bekerja meskipun tidak
merasakan kebutuhan langsung. Universal karena di satu pihak ia dapat memakai
pelbagai cara untuk tujuan yang sama, di lain pihak ia dapat menghadapi alam
tidak hanya dalam kerangka salah satu tujuan. Bekerja berarti bahwa manusia
mengambil bentuk alami dari objek alami dan memberikan bentuknya sendiri.
Pekerjaan adalah jembatan antar manusia. Tampak bahwa manusia pada hakikatnya
bersifat sosial, dan hakikat itu terbukti dalam pekerjaan. Karena itu pekerjaan
menggembirakan.
Bagi kebanyakan
orang, dan khususnya bagi buruh industri dalam sistem kapitalis, pekerjaan
tidak merealisasikan hakikat mereka melainkan justru mengasingkan mereka. Jadi pekerjaan tidak mengembangkan manusia,
melainkan mengasingkan manusia, baik dari dirinya sendiri maupun dari orang
lain. Kete-rasingan dari dirinya sendiri mempunyai tiga segi, yaitu pekerja
merasa asing dari produknya, tindakan bekerja itu sendiri pun kehilangan arti
bagi si pekerja, dan dengan memperalat pekerjaannya semata-mata demi tujuan
memperoleh nafkah. Konsekuensi langsung dari keterasingan manusia dari prosuk
pekerjaannya dari kegiatan kehidupannya, dari hakektanya sebagai manusia,
adalah keterasingan manusia dari manusia. Manusia tidak agi bertindak demi
kebutuhan sesama, emlainkan hanya sejauh tindakannya menghasilkan uang. Maka
uang menandakan keterasingan manusia dari alam dan dari sesama manusia.
Sistem hak milik
pribadi telah memisahkan antara pemilik dan pekerja, antara yang menguasai alat
produksi dan yang menguasai tenaga kerja. Menurut Marx, hubungan hak milik
pribadi juga mengasingkan majikan dari hakikatnya. Perbedaan keterasingan
majikan dan buruh adalah, jika majikan mengalami sudut madu keterasingan, maka
buruh mengalami sudut pahit dari keterasingan itu. Pada akhirnya segala
keterasingan manusia akibat dari sistem hak milik pribadi.
Marx membedakan
tiga tahap manusia, yaitu masyarakat purba sebelum pembagian pekerjaan dimulai,
tahap pembagian kerja sekaligus tahap hak milik pribadi dan tahap keterasingan,
dan tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi sudah dihapus. Marx
mengungkapkan bahwa komunisme adalah peng-hapusan positif milik pribadi sebagai
keterasingan diri manusia dan karena itu pemilikan nyata hakikat manusia oleh
dan bagi manusia.
Karl Marx tidak
menjelaskan secara definitid apa itu yang disebut kelas sosial. Marx langsung
menggambarkan kelas sosial dan pertentangannya. Menurut Marx, pelaku-pelaku
utama perubahan sosial bukanlah individu-individu tertentu, melainkan
kelas-kelas sosial. Akan terlihat bahwa dalam setiap masyarakat terdapat
kelas-kelas yang berkuasa dan kelas-kelas yang dikuasai. Tiga dalam masyarakat
kapitalis, meurut Marx terdapat tiga kelas, yaitu kaum buruh, kaum pemilik
modal, dan para tuan tanah. Kelas buruh melakukan pekerjaan, tetapi karena
mereka sendiri tidak memiliki tempat dan sarana kerja, mereka terpaksa menjual
tenaga kerja. Buruh hanya dapat bekerja apabila pemilik membuka tempat kerja
baginya, dan majikan hanya beruntung dari pabrik dan mesin-mesin yang
dimilikinya apabila ada buruh yang mengerjakannya. Dengan demikian kelas
pemilik adalah kelas yang kuat dan para pekerja adalah kelas yang lemah. Dalam
hubungan produksi, yang berkuasa adalah para pemilik sedangkan yang dikuasai
adalah para pekerja.
Pertentangan
antara kelas buruh dan kelas majikan tidak ada hubungannya dengan moralitas,
melainkan karena kepentingan dua kelas itu secara objektif berlawanan satu sama
lain. Menurut Marx, setiap kelas sosial bertindak sesuai dengan kepentingannya
dan kepentingannya ditentukan oleh situasinya yang objektif. Ada beberapa unsur
dalam teori kelas Marx yang perlu diperhatikan, yaitu pertama, tampak betapa
besar peran segi struktural dibandingkan segi kesadaran dan moralitas, dan
kedua, karena kepentingan kelas pemilik dan kelas buruh secara objektif
bertentangan, mereka juga akan mengambil sikap daasr yang berbeda terhadap
perubahan sosial. Ketiga, begitu kepentingan kelas bawah yang sudah lama
ditindas mendapat angin, kekuasaan kelas penindas mesti dilawan dan
digulingkan. Namun kelas atas pastinya tidak akan ungkin merelakan perubahan
sistem kekeuasaan, karena perubahan itu niscaya mengakhiri peranannya sebagai
kelas atas. Oleh karena itu, sebuah perubahan sistem sosial hanya dapat
tercapai dengan jalan kekerasan, melalui revolusi. Marxisme yakin bahwa semua
reformasi dan usaha perdamaian antara kelas atas dan bawah hanya menguntungkan
kelas atas karena mengerem perjuangan kelas bawah untuk membebaskan diri.
Menurut Marx,
bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, artinya negara dikuasai
secara langsung atau tidak langsung oleh kelas yang menguasai bidang ekonomi.
Karena itu, menurut Marx, negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang
mengatur masyarakat tanpa pamrih, melainkan merupakan alat dalam tangan
kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Negara memungkinkan kelas
atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka “sebagai kepentingan umum”.
Mengajukan
sesuatu sebagai kepentingan umum yang sebenarnya merupakan kepentingan egois
pihak yang berpamrih itulah inti ideologis yang dimaksudkan Marx. Ideologi
adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan, terutama kekuasaan, sedemikian
rupa, sehingga orang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah.
Kalau diandaikan
bahwa sekelompok orang bertindak berdasarkan kepentingan primer untuk
mempertahankan diri, maka kelas-kelas atas tentu selalu berkepentingan untuk
mempertahankan kedudukan mereka, sedangkan kelas-kelas bawah sebaliknya
berkepentingan untuk mengubah situasi dimana mereka tertindas. Dibelakang semua
perang dan pemberontakan, akhirnya terdapat kelas-kelas sosial yang
memperjuangkan kepentingan mereka, yang satu tetap menindas segala ancaman
terhadap kedudukan mereka, dan yang lain membebaskan diri dari ketertindasan
itu.
Menurut Marx,
bahwa pembebasan manusia dari keterasingannya hanya dapat dilaksanakan lewat
sebuah revolusi, revolusi yang sesungguhnya. Marx menegaskan bahwa tidak
mungkin revolusi itu disulut oleh filsafat semata. Revolusi membutuhkan unsur pasif, dasar material. Rakyatlah yang harus merasakan kebutuhan akan emansipasi,
abru kemudian dia terbuka bagi kritik teoretis sang filosof. Dan jika rakyat
betul-betul tertindas maka tentu ingin berrevolusi, sedang-kan apabila rakyat
tidak mau berrevolusi, kondisina memang belum matang. Kelas yang dicari Marx
adalah kelas yang tidak hanya mengalami macam-macam penghinaan, melainkan mesti
kehilangan kemanusiaannya. Masyarakat yang melakukan pembubaran masyarakat
telah membentuk golongan-golongan atas kelas-kelas yang radikal. Salah satu
golongan yang muncul, dan yang dicari oleh Marx adalah Proletariat. Proletariat
dipahami sebagai kelas total karena tertindas total, yang bertentangan dengan
struktur masyarakat yang ada tidak secara parsial, melainkan total, dan oleh
karena itu, apabila ia berrevolusi akan berrevolusi secara total, artinya akan
membebaskan masyarakat dari kelas-kelas, akan membebaskan manusia sebagai
manusia.
Materialis
sejarah dapat dirumuskan sebagai berikut: “bukan kesadaran manusia yang
menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya keadaan sosial merekalah yang
menentukan kesadaran mereka. Keadaan sosial adalah produksinya, pekerjaannya.
Manusia ditentukan oleh produksi mereka, baik apa yang mereka produksikan,
maupun cara merka berproduksi. Jadi individu-individu tergantung pada
syarat-syarat material produksi mereka. Manurut Marx, kesadaran tidak mungkin
lain dari keadaan yang disadari dan keadaan manusia adalah proses manusia yang
sungguh-sungguh.
Marx membagi
lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian besar, yaitu “basis” adalah produksi
kehidupan material, dan “bangunan atas” yaitu proses kehidupan sosial, politik,
dan spiritual. Marx mengatakan bahwa perubahan masyarakat merupakan akibat
dinamika dalam basis dan bukan dalam bangunan atas. Sedangkan bangunan atas
baru berubah apabila struktur hak milik berubah.
Mars berpendapat
bahwa setiap perubahan sosial mesti bersifat revolusioner. Perubahan baru dapat
terjadi apabila kelas-kelas bawah cukup kuat untuk dapat memaksakannya ke
kelas-kelas atas, dan itulah revolusi. Maka perjuangan kelas adalah motor
kemajuan sejarah. Revolusi itu pada permulaannya akan bersifat politis:
proletariat merebut kekuasaan negara dan mendirikan “kedikatatoran
proletariat”. Artinya, proletariat menggunakan kekuasaan negara untuk menindas
kaum kapitalis untuk mencegah mereka memakai kekayaan dan fasilitas luas yang
masih mereka kuasai untuk menggagalkan revolusi proletariat dan mengembalikan
keadaan lama.
Sosialisme dan
komunisme yang dipahami pada dewasa ini janganlah dipahami sebagai suatu hal
yang diusung oleh Marx. Komunisme yang diusung Marx berbeda dengan komunisme
yang diusung oleh Lenin. Yang dimaksudkan Marx dengan komunisme bukanlah sebuah
kapitalisme negara. Marx mengatakan bahwa hanya pada permulaan, sosialisasi
berarti nasionalisasi. Tetapi setelah kaum kapitalis tidak merupakan ancaman
lagi, negara kehilangan fungsinya dan menghilang.
Pemikiran Marx
selama hidupnya terbagi menajdi dua periode, yaitu yang biasa dikenal sebagai
Marx Muda dan Marx Tua. Marx muda lebih memfokuskan pada bidang humanis
sedangkan dalam karyannya Marx tua lebih memfokuskan pada sisi ilmiah. Kedua
periode itu ditandai dengan kecambuknya Revolusi Perancis pada tahun 1848.
Dalam karya-karyanya, filsuf pada masa itu meyakini bahwa karya-karya Marx
sebagian dipengaruhi oleh pemikiran Hegel, namun yang menjadi ciri khas seorang
marx adalah keberpihakannya, bahwa ketika banyak filsuf yang sibuk
mendefinisikan manusia, masyarakat dan dunia, maka yang terpenting adalah mengubahnya.
Dalam perkembangannya, Marx Muda akan dibahas dalam lingkungan akademik yang
selanjutnya akan melahirkan Neo-Marxian. Sedangkan karya-karya Marx Tua
berkembang menjadi pandangan dunia kaum buruh atau ideologi di beberapa negara.
Pemikiran Karl Marx: dari Utopis ke Perselisihan Revisionisme adalah buku pengantar yang baik bagi anda yang ingin memahami dasar-dasar pemikiran Karl Marx. Dengan bahasa yang mudah dipahami, Franz Magnis-Suseno, seorang filsuf besar di Indonesia, menurunkan sepenggal ilmunya untuk anak Bangsa Indonesia. Silahkan pembaca yang budiman membaca lebih lanjut buku yang berjudul Pemikiran Karl Marx: dari Utopis ke Perselisihan Revisionisme dengan penulis Franz Magnis-Suseno penerbit Gramedia. Selamat berburu buku.
0 comments:
Post a Comment